Jumat, 28 Oktober 2011

Ungroup


Aku belum pernah sesedih ini. Lembur sampai subuh, melewati jam 23.00 dengan tidak beristirahat, mata sembab, berair, lemes hanya untuk.. sebuah penyepelean? Oh my God.. Aku bisa gila. Kalau seperti ini terus.. Aku akan jadi seseorang yang angkuh..

Sulit sekali bagiku untuk mempercayai orang lain. Karena itulah, aku tidak cocok dalam kerja kelompok. I do it myself, my way. Sejujurnya kerja kelompok menimbulkan trauma psikologis yang sulit sembuh karena terjadi berulang kali. Aku selalu sendirian : menghadapi ketakutan sendiri, berpikir sendiri, berusaha sendiri, ada masalah memecahkannya sendiri.. Lebih baik sendirian, daripada bertujuh tapi merasa sendirian. Karena mereka tidak bertanggung jawab, terlalu menganggap remeh & terlalu mempercayaiku. Karena mereka keterlaluan.

Aku sedang mengusahakan untuk pulih dari luka lama, aku izinkan mereka membantuku.
“Gimana kalau dikirim lewat email aja? Atau ditulis di catatan fb, ntar ditag?”

“Jumat ya In?”

‘Okay, neng_latiph@yahoo.co.id ya..’

Jumat, Sabtu, Minggu & Senin.. Bohong. Bahkan hingga detik mau presentasi, mereka belum baca materi yang mau dipresentasiin.

“In, tukeran ya, aku yang jadi moderatornya?”

Tukeran???
Ah, aku ingat. Seminggu yang lalu mereka berebut jadi pembicara. Mereka semua ingin ‘terlihat’, sementara harus ada satu yang mengambil tanggung jawab sebagai seseorang yang dianggap ‘tidak penting’—moderator/operator.  Dan meskipun aku juga sama, aku ingin jadi pembicara, tapi tidak ada yang mau mengalah.. Aku pikir tidak masalah jadi moderator, toh sebenarnya belum ada moderator dari kelompok lain yang menjalankan tugasnya dengan baik. Dan mendengar seenteng itu dia mengucapkannya… Harga diriku benar-benar diinjak2 olehnya.

“Ndak bisa gitu dong. Pembicara kan tinggal baca, materinya juga ndak banyak kok.”

Presentasi yang kacau. Dosennya tidak hadir, ada yang cuma presensi langsung pulang.. dan mereka tidak mau berpikir mengenai permasalahan yang diajukan teman-teman yang masih bertahan.. Aku menghela nafas panjang, menjawab pertanyaan yang diajukan. Karena itu terlintas di pikiranku.. Aku bisa melakukannya semuanya sendiri. Aku tidak butuh orang lain.

Dan betapa aku ingin membuang jauh2 kesombongan dalam hatiku.. Aku tidak menginginkannya. Aku ingin jadi wanita yang anggun dan ramah, tapi akan sulit sekali ketika ada kesombongan dalam hatiku. Entahlah..

Saat ini hatiku diliputi kemarahan. Aku meletus. Lemah.



Senin, 10 Oktober 2011

Curhat : Kesal

“Aku kesal”.  “Aku marah”. “Sikapmu itu sungguh telah melukai harga diriku”. Kenapa sulit sekali bagiku untuk mengatakannya? Aku lemah... 

Aku terbiasa dengan perlakuan semena-mena. Aku tidak suka melihat barang-barangku dipakai tanpa seizinku. Beberapa barang kubeli sendiri dengan uang sakuku, dan aku benar-benar tidak terima mereka diperlakukan kasar dan tidak hormat. Aku marah. Aku kesal waktu kaukatakan kamu menghilangkannya. Ini sungguh bukan hal sepele bagiku.

Setiap orang itu menyebalkan. Ketika berbuat salah, mereka hanya mengkhawatirkan diri mereka sendiri. Mereka menyiksaku dengan rasa bersalah dan permintaan maaf yang bertubi-tubi. Mereka minta maaf. Iya aku dengar, aku tidak tuli kok. Tapi aku juga tidak buta. Aku bisa melihat kalau kau tidak sungguh-sungguh mengucapkannya. Kamu hanya ingin dengar “nggak papa”. Oh my God… kau bahkan langsung lupa waktu aku mengucapkannya.

Aku terluka. Aku terlalu takut menyakiti orang lain. Terlalu takut dianggap jahat oleh diriku sendiri. Tapi aku sering melukai orang-orang yang kucintai. Aku tidak pernah ingin melakukannya… Hanya saja kadang-kadang aku melakukan sesuatu yang membuat mereka salah mengerti. Dan aku belajar untuk tidak lagi mudah mengatakan “maaf”, sebelum aku melakukan sesuatu untuk mengembalikan harga diri orang yang kulukai.

Selama ini sikap baik yang terlihat hanyalah kelemahanku saja. Aku belum bisa bersikap baik karena memang aku memilih bersikap demikian. Bersikap baik pada saat itu terjadi itu terlalu dipaksakan, karena seharusnya aku membiarkan mereka tahu apa yang kurasakan terlebih dahulu. Aku harus belajar untuk mengatakannya dengan anggun : menimbulkan efek jera dan ada keinginan untuk memperbaikinya bersama-sama.  Memang benar, aku akui aku hipersensitif dengan tindakan orang lain. Aku mudah terluka, bahkan dengan sesuatu seperti nada bicara yang biasanya disepelekan oleh banyak orang. Dan sebenarnya juga mudah memaafkan, jika saja kamu membantuku agar aku mau melihat keadaanmu… Aku bisa dengan mudah mengerti. Hanya saja, di saat-saat seperti itu aku ingin dimengerti terlebih dahulu…

Sudahlah... 


Shareaholic