Jumat, 29 Juli 2011

Menghadapi Kecemburuan


“Tak seharusnya kita terpisah,
Tak semestinya kita bertengkar,
Karena diriku masih membutuhkan..”
Lagu apa hayooo??

...

     Yup! Kelamaan ah, yang bener “Bila Kau Tak di Sampingku” yang dipopulerin sama Sheila on 7. Hohoho. Lagu ini secara tepat menggambarkan perasaan orang yang terbakar cemburu. (Bisa dijadiin theme song nih, hehehe). Memang, tidak jarang pertengkaran antara sepasang kekasih disebabkan oleh kecemburuan. Bahkan nih ya, fakta berbicara bahwa hampir bisa dipastikan : pertengkaran hebat pertama sepasang kekasih disebabkan oleh pihak ketiga. Yang setuju anggukkan kepala..!!

     Secara biologis, kita terprogram untuk merasa cemburu. Pada umumnya kecemburuan berkaitan dengan dorongan untuk memiliki orang lain dan rasa takut kehilangan orang tersebut. Meski terlihat seperti meragukan pasangan, sebenarnya perasaan ini merupakan respon berlebihan atas keraguan terhadap diri sendiri. Singkat kata nih, cemburu berawal dari tidak PeDe yang ditambah dengan hadirnya pihak yang dianggap “potensial” menggantikan jabatan kita sebagai raja/ratu di hati pasangan. Bertengkar deh.

     Cemburu dibenarkan selama didukung fakta yang jelas. Kalau ini yang terjadi, bahkan orang yang berakal sehat sekalipun akan menderita. Sebaiknya kedua belah pihak segera membicarakan yang terbaik bagi hubungan mereka. Nah, tapi nih ya, sebagian besar rasa cemburu kita didasari oleh kecurigaan emosional yang kemudian membuat kita merasa takut dibohongi, takut kecolongan dan takut disakiti (pengalaman pribadi, hiks). Secara tersirat, ketakutan ini merupakan tuduhan kepada pasangan. Untuk menuduh kan perlu bukti tuh, nah mulai deh mencari-cari bukti di TKP. Memanggil saksi matalah, intrograsi hp pasanganlah, sidik jari di baju kalau perlu, apa ajalah pokoknya. Dahsyatnya cemburu ini dapat menyebabkan seseorang berimajinasi yang semakin memperparah suasana hati. Parahnya lagi, semakin tidak terbukti kecemburuan itu, semakin kuat ia menuduh pasangannya.

     Meminjam istilah Bapak Mario Teguh: “Berita buruknya adalah bahwa perasaan semacam ini tidak bisa dikendalikan. Dan berita baiknya adalah kita berkuasa atas sikap kita.” Maksudnya : Seperti marah, senang, cemas dan perasaan lainnya--rasa cemburu memang tidak bisa dikendalikan. Tanpa undangan, cemburu bisa dataaang, tanpa ucapan cemburu keliatan.. Ku tak menyangka, cemburu tega.. Wekekekek. Tetapi, kita bisa mengurangi kerusakan yang ditimbulkan perasaan ini melalui sikap kita. How?

1.Mula-mula, hadapi perasaan cemburu dengan pembicaraan internal dengan diri sendiri. Tanyakan kepada diri secara langsung : “Apakah aku benar-benar yakin dia telah berkhianat?” Seandainya terpikir kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi, yakinkan pada diri sendiri : “Tuhan selalu memberikan yang terbaik. Pria yang baik untuk wanita yang baik.

2. Tarik nafas yang dalam, ingat-ingat kembali bagaimana komitmen di awal hubungan. Buka buku diary, baca lagi sms-smsnya di awal hubungan, hadirkan kembali kenangan-kenangan manis bersamanya dalam pikiran. 

3.    Lakukan perawatan bagi tubuh. Eitz, jangan salah... Perawatan ndak melulu luluran, maskeran, peeling, and spa kok. Makan makanan bergizi, olah raga, mandi yang bersih, daki-daki gimana caranya dibersiin juga (Cemburu Menguras Daki, hehe), gosok gigi noh yang bersih, sampe kinclong kalau perlu. Intinya buat diri kita merasa lebih sehat, lebih baik, lebih ganteng, lebih cantik. Kembalikan dulu rasa percaya diri kita. Nah, setelah merasa lebih baik dan siap, bicarakan baik-baik dengan pasangan.

4. Apabila ndak terbukti, minta maaflah. Bicarakan yang masing-masing inginkan, cari jalan keluar terbaik ya biar ndak kejadian lagi. Tapi kalau ternyata benar ia mengkhianati kepercayaan Anda, memaafkan atau tidak adalah hak Anda untuk mengambil keputusan. Tidak ada cinta yang sempurna selain cinta Tuhan kepada hamba Beliau dan kemampuan terbesar dari cinta adalah memaafkan.

     Lebih baik mengambil risiko terluka daripada tidak mengambil risiko sama sekali, dan lebih baik mempercayai daripada meragukan. Walaupun banyak rintangan dan kesulitan, hubungan tetaplah hal terbaik yang kita miliki. Untuk menjadi pasangan yang berharga, bertahan lama dan intim adalah ukuran utama dalam keahlian kita sebagai manusia. Akhirnya, salam hangat untuk orang yang Anda sayangi ya.. (^_^)/


Referensi :
       Short, Julian. 2006. An Intelligent Life, Anatomi Hidup Bahagia. Jakarta : PT Transmedia.
Sheila on 7. “Bila Kau Tak di Sampingku”
Vidi Aldiano. “Cemburu Menguras Hati”

Shareaholic